Pelemahan Ekonomi AS Dorong Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga
Data ekonomi dari Amerika Serikat menunjukkan adanya perlambatan yang signifikan pada Agustus 2024. Mari kita ulas detailnya:
- Inflasi IHK Melambat Selama 5 Bulan Beruntun – Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) di AS turun ke level 2,5% YoY pada Agustus 2024, dibandingkan dengan 2,9% YoY pada Juli 2024. Ini bahkan lebih rendah dari ekspektasi konsensus yang diprediksi berada di angka 2,6% YoY. Menariknya, ini menandai level inflasi terendah sejak Februari 2021. Untuk inflasi bulanan, mencatat 0,2% MoM, sesuai dengan ekspektasi. Di sisi lain, inflasi inti tetap stabil pada 3,2% YoY, meskipun secara bulanan sedikit meningkat menjadi 0,3% MoM, melampaui prediksi konsensus yang hanya 0,2% MoM.
- Klaim Awal Tunjangan Pengangguran Bertambah – Dalam pekan yang berakhir pada 7 September 2024, klaim awal untuk tunjangan pengangguran meningkat sebanyak 2.000 klaim, menjadi 230.000 klaim, sesuai dengan ekspektasi konsensus.
- Perlambatan Inflasi IHP Berlanjut Meski Secara Bulanan Meningkat – Indeks Harga Produsen (IHP) menunjukkan perlambatan ke level 1,7% YoY pada bulan Agustus, menandakan penurunan dari 2,1% YoY pada bulan Juli. Meskipun terjadi peningkatan bulanan hingga 0,2% MoM, tetap sesuai dengan ekspektasi dan menunjukkan bahwa tren disinflasi tidak berlangsung terlalu tajam.
Menyusul data-data tersebut, ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 50 bps pada pertemuan September 2024 mengalami kenaikan dari 40% minggu lalu menjadi 45% per 13 September, menurut analisis dari analisis CME FedWatch Tool. Data dari Bloomberg juga menunjukkan bahwa konsensus memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga sebanyak 75 bps pada 2024 dan 125 bps pada 2025, melebihi ekspektasi untuk suku bunga BI hanya sebesar 25 bps pada 2024 dan 75 bps di 2025.
Dengan adanya sentimen pemangkasan suku bunga oleh The Fed, pasar obligasi dan saham di Indonesia juga mencatatkan net foreign inflow sebesar 32 triliun rupiah dan 31,6 triliun rupiah dalam satu bulan terakhir hingga 13 September 2024. Di saat yang sama, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami penguatan sebesar 2,7%.
Tak hanya itu, Bank Sentral Eropa (ECB) juga mengambil langkah untuk memangkas suku bunga sebesar 25 bps menjadi 3,5% pada 12 September, sesuai dengan ekspektasi konsensus. Ini menandai pemangkasan suku bunga kedua dalam tahun ini, sebagai respons terhadap inflasi tahunan yang semakin mendekati target 2% dan perlambatan dalam pertumbuhan ekonomi. Proyeksi pertumbuhan ekonomi ECB untuk 2024 juga direvisi turun menjadi hanya 0,8% YoY, dari sebelumnya 0,9% YoY.
Pemangkasan suku bunga The Fed berpotensi membawa inflow bagi emerging market seperti Indonesia, memperkuat nilai tukar rupiah dan membuka peluang bagi Bank Indonesia untuk melakukan pemangkasan suku bunga BI Rate. Tindakan ini dapat membawa sentimen positif bagi sektor perbankan, properti, dan teknologi. Namun, perlu diingat bahwa jika pemangkasan suku bunga The Fed terlalu agresif, hal ini bisa menjadi sinyal bahwa ekonomi AS terlalu lemah dan berpotensi jatuh dalam resesi.
Dengan menggulirkan kebijakan yang tepat, bukan tidak mungkin kita dapat melihat dampak positif di pasar Indonesia, meskipun dengan risiko yang selalu ada. Terlukis jelas, kebijakan moneter yang hati-hati menjadi langkah yang perlu kita amati ke depannya.