Kabar Pasar

Pelemahan Bursa Saham AS: Menelusuri Imbasnya Terhadap Ekonomi Global

Bursa saham di Amerika Serikat kembali terjerembab, dengan indeks Nasdaq mencatat penurunan -4,8% WoW, S&P 500 turun -3,6% WoW, dan DJIA menyusut -2,6% WoW per Selasa, 11 Maret. Penurunan ini melanjutkan tren buruk yang telah berlangsung sejak dua pekan terakhir. Apa sih yang sebenarnya membuat para investor cemas berkepanjangan? Ternyata, banyak yang khawatir akan potensi resesi di AS akibat perang dagang yang semakin tidak jelas.

Kepala Ekonom di Moody’s Analytics, Mark Zandi, pun mengungkapkan dalam sebuah wawancara dengan ABC News, bahwa memang risiko resesi di AS kini meningkat menjadi 35%. Yikes!

Reaksi Pemerintah AS terhadap Penurunan Pasar

Gimana tanggapan Presiden AS, Donald Trump, terhadap situasi ini? Dalam sebuah pernyataan di hari yang sama, Trump mengingatkan bahwa masyarakat tidak bisa hanya fokus pada pasar modal. Sebuah pernyataan yang cukup menarik, mengingat dia sering menjadikan performa pasar sebagai barometer keberhasilan kebijakannya.

Dia juga memperingatkan tentang potensi gejolak yang bisa terjadi selama masa transisi pemerintahannya, dengan menyatakan niatnya untuk melakukan “sesuatu yang besar” demi mengembalikan kekayaan ke AS. Namun, langkah-langkah kebijakan tarif yang sering maju mundur menciptakan ketidakpastian di market secara global.

Makin menariknya, di hari yang sama, Trump mengancam akan menggandakan tarif impor baja dan aluminium dari Kanada hingga 50% setelah Ontario memutuskan untuk mengenakan biaya tambahan pada pengiriman listrik ke AS. Namun, tak lama setelah itu, rencananya dibatalkan. Drama politik ekonomi, ya!

Dampak pada Uni Eropa dan Ekonomi Global

Di tengah kerumitan ini, Uni Eropa ikut angkat bicara. Pada Rabu, 12 Maret, mereka mengumumkan bahwa akan menerapkan tarif balasan terhadap impor AS senilai 28 miliar dolar AS. Ini menyusul langkah AS yang memberlakukan tarif baja dan aluminium 25%. Rencana Uni Eropa untuk mengakhiri suspensi tarif impor terhadap AS di periode 2018–2020 mulai 1 April 2025, menjadi sebuah sinyal bahwa semua pihak mulai menyiapkan strategi gerak.

Risiko resesi perekonomian AS kini berpotensi menekan perekonomian global. Bagi kita di Indonesia, hal ini bisa berdampak negatif pada neraca perdagangan karena kemungkinan penurunan ekspor. Namun, di sisi lain, kondisi ini juga bisa menjadi peluang bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga AS, yang bisa berujung pada pemangkasan BI Rate oleh Bank Indonesia. Siapa yang tidak mau suku bunga lebih rendah?

Prospek ke Depan

Belakangan ini, probabilitas pemangkasan suku bunga The Fed meningkat. Menurut analisis dari CME FedWatch Tool, kemungkinan The Fed akan memangkas suku bunga lebih dari 50 bps hingga akhir 2025 kini mencapai 65,8%. Ini membuktikan bahwa kondisi ekonomi bukan hanya berpengaruh lokal tetapi juga bergema ke seantero dunia.

Kita hanya bisa menunggu dan melihat bagaimana situasi ini akan berkembang. Apakah resesi yang diprediksi akan benar-benar terjadi? Atau justru akan ada langkah-langkah strategis yang diambil untuk menciptakan pertumbuhan? Satu hal yang pasti, apa pun itu, kita harus siap dengan perubahan yang akan datang.

Dalam dunia keuangan, mengikuti berita terbaru dan menganalisis situasi adalah kunci untuk bertahan. Jadi, tetap update ya!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *