Cardig Aero Services (CASS): Melangkah Menuju Puncak Baru
Profil Perusahaan
Didirikan pada tahun 2009, PT Cardig Aero Services Tbk (CASS), atau yang biasa disebut CAS, adalah perusahaan induk yang menawarkan berbagai layanan untuk mendukung transportasi udara melalui banyak anak perusahaannya. Layanan yang ditawarkan meliputi bantuan bandara, makanan maskapai, manajemen properti, dan program pelatihan terbang. Perusahaan ini menjamin bantuan menyeluruh untuk sektor penerbangan di kota-kota utama Indonesia.
Sejarah perusahaan dimulai dengan berdirinya PT Cardig Air pada tahun 1973, yang fokus pada pergudangan bandara di Bandara Internasional Halim Perdanakusuma, Jakarta. Untuk memenuhi kebutuhan layanan dukungan transportasi udara di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, perusahaan memperluas operasinya pada tahun 1984 dan mendirikan PT Jasa Angkasa Semesta Tbk yang mulai beroperasi pada tahun yang sama, menyediakan layanan ground handling dan kargo yang penting.
Profil Bisnis
CASS mengoperasikan berbagai layanan di sektor penerbangan dan solusi makanan. Untuk mendukung bisnisnya, CASS memiliki empat anak perusahaan di mana CASS menjadi pemegang saham mayoritas. Anak perusahaan ini menjalankan bisnis untuk CASS:
- PT Jasa Angkasa Semesta: Dengan kepemilikan 50,1%, CASS menyediakan layanan ground handling dan kargo yang komprehensif, termasuk penanganan penumpang, bagasi, dan pesawat, peralatan pendukung darat, operasi lounge, serta layanan penyambutan dan pengawalan. Hingga 31 Desember 2023, perusahaan melayani lebih dari 40 maskapai di 9 bandara utama Indonesia. Layanan penanganan kargonya meliputi pemuatan dan pembongkaran, dokumentasi, transit dan transfer, penyimpanan, serta penanganan kargo khusus di 5 bandara, melayani maskapai internasional dan lebih dari 70 perusahaan ekspedisi dan pengiriman.
- PT JAS Aero-Engineering Services: Dengan kepemilikan 51%, CASS menyediakan layanan perawatan pesawat dan penanganan teknis ramp. JAE menawarkan layanan perawatan jalur dan penanganan teknis ramp, termasuk pemeriksaan perawatan reguler hingga A-checks untuk pesawat domestik dan internasional. Layanan mencakup sertifikasi, perbaikan cacat, peralatan pendukung darat, pembersihan pesawat, dan layanan boreskop mesin. Mereka melayani lebih dari 40 maskapai dari Eropa, AS, Timur Tengah, Australia, dan Asia di 14 bandara di Indonesia. Disetujui oleh 17 otoritas penerbangan, termasuk DGCA Indonesia, CASA, FAA, dan CAAS, PT JAS Aero Engineering Services bersertifikat untuk merawat banyak pesawat Airbus dan Boeing, termasuk A380, A350, dan B787.
- PT Purantara Mitra Angkasa Dua: Dengan kepemilikan 100%, perusahaan ini menyediakan layanan katering dalam penerbangan untuk penerbangan domestik dan internasional berbiaya rendah maupun full-service. Melayani 7 pelanggan maskapai dan 3 pelanggan non-maskapai, perusahaan beroperasi di tiga bandara: Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Bandara Internasional Halim Perdanakusuma, dan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai.
- PT Cardig Anugrah Sarana: Dengan kepemilikan 100%, perusahaan ini menyediakan layanan katering untuk industri, rumah sakit, sekolah, dan kantor, mengikuti standar HACCP dan ISO untuk logistik dan pengadaan bahan baku. Melayani industri pertambangan batu bara besar di Kalimantan seperti Mandiri Intiperkasa (MIP) dan Borneo Indobara (BIB), perusahaan memproduksi lebih dari 3 juta porsi makanan setiap tahunnya.
- PT Jakarta Aviation Training Centre: Dengan kepemilikan 51%, pusat ini mengkhususkan diri dalam berbagai program, menyediakan Pelatihan Type Rating Pilot untuk A-320 dan B-737NG, pengaturan Wet dan Dry Lease, Pelatihan Perbedaan, ATPL, Kursus Orientasi Jet, keahlian Bahasa Inggris penerbangan, dan pelatihan navigasi udara sesuai standar Sertifikasi Part143.
Pelanggan CASS
Perusahaan ini memiliki kemitraan dengan maskapai internasional dan domestik, menyediakan berbagai layanan untuk memenuhi berbagai kebutuhan maskapai. Selain itu, CASS juga menjalin hubungan kuat dengan perusahaan kurir dan kargo. Daftar pelanggan perusahaan pada tahun 2023 mencerminkan kerjasama dengan para pemain kunci dalam industri ini.
Pertumbuhan Sektor Penerbangan Indonesia Pasca Covid-19
Sektor penerbangan Indonesia, yang terbesar di Asia Tenggara, sangat penting untuk menghubungkan lebih dari 17.000 pulau di Nusantara. Ini menempati peringkat kedua sebagai pasar penerbangan dengan pertumbuhan tercepat di dunia setelah China, didorong oleh investasi besar dalam pesawat dan aktivitas perdagangan. Meskipun menghadapi tantangan infrastruktur dan sumber daya manusia, sektor ini menunjukkan ketahanan, dengan rebound hingga 80% dari jumlah penumpang pra-pandemi. Badan Usaha Milik Negara Angkasa Pura I dan II mengelola 683 bandara, menunjukkan pertumbuhan yang kuat dalam pergerakan penumpang dan kargo. Namun, harga tiket domestik yang tinggi, karena pasar yang oligopolistik yang didominasi oleh Garuda Indonesia, Lion Air, dan Citilink, membatasi persaingan dan pilihan konsumen. Kekurangan Low-Cost Carriers (LCC) dan keengganan pendatang baru semakin memperburuk masalah ini. Kebijakan untuk meningkatkan keselamatan juga berkontribusi pada tingginya tarif. Sebaliknya, keberhasilan Thailand dengan LCC seperti Nok Air menunjukkan bahwa peningkatan persaingan dapat menurunkan tarif, meningkatkan layanan, dan meningkatkan pariwisata, dengan data menunjukkan bahwa penurunan tarif sebesar 10% dapat meningkatkan kedatangan wisatawan sebesar 3-5%.
Tantangan Pemulihan Penerbangan di Indonesia
Meskipun diprediksi bahwa industri penerbangan Indonesia akan pulih pada tahun 2024, beberapa tantangan signifikan masih ada. Dari sisi pasokan, industri menghadapi kekurangan pesawat operasional, dengan hanya 393 pesawat penumpang komersial yang beroperasi hingga 30 Agustus 2023, dibandingkan dengan 700 yang ideal. Keterbatasan ini diperparah oleh gangguan dalam rantai pasokan suku cadang pesawat akibat dampak COVID-19 yang berkepanjangan dan perang Rusia-Ukraina, yang mempengaruhi standar pemeliharaan dan keselamatan.
Penerbangan domestik saat ini melayani 261 rute yang menghubungkan 121 kota di Indonesia dengan 13 maskapai, sementara penerbangan internasional mencakup 121 rute yang menghubungkan 14 kota di Indonesia dengan 53 kota di 26 negara, melibatkan tujuh operator Indonesia dan 45 operator asing. Keterbatasan pasokan ini telah menyebabkan masalah teknis, seperti pesawat yang gagal lepas landas karena masalah mekanis, yang dapat mengancam kualitas dan keselamatan layanan.
Dari sisi permintaan, tarif transportasi udara yang tinggi, didorong oleh harga bahan bakar penerbangan yang tinggi, biaya sewa, dan biaya operasional lainnya, tetap menjadi perhatian. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 7 Tahun 2023 memungkinkan maskapai untuk mengenakan biaya bahan bakar, memperburuk masalah biaya. Selain itu, nilai tukar rupiah yang lemah terhadap mata uang utama seperti dolar AS telah berdampak signifikan pada industri, meningkatkan biaya sewa pesawat, komponen, suku cadang, dan asuransi, yang sebagian besar berharga dalam mata uang asing.
Untuk mengatasi tantangan ini, kolaborasi antara pemangku kepentingan penerbangan di Indonesia sangat penting. Insentif pemerintah dapat membantu mengurangi beban operator, menjaga biaya tiket tetap rendah dan lebih terjangkau. Pendekatan ini akan mendukung peningkatan jumlah penumpang, menguntungkan industri penerbangan dan mendorong kemajuan ekonomi regional. Aksesibilitas transportasi udara yang lebih baik juga akan meningkatkan investasi dalam bisnis dan pariwisata, mendorong perkembangan ekonomi secara keseluruhan.
Pendapatan Operasional
Hingga 1Q24, perusahaan melaporkan peningkatan pendapatan operasional sebesar +29,5% YoY, naik dari IDR 477,6 miliar pada periode yang sama 1Q23 menjadi IDR 618,5 miliar. Pertumbuhan pendapatan ini terutama disebabkan oleh peningkatan bisnis kargo dan ground handling dari IDR 383,3 miliar pada 1Q23 menjadi IDR 497,9 miliar pada 1Q24. Ini sejalan dengan peningkatan total penumpang pada 1Q24 dibandingkan dengan tahun sebelumnya
, sebagaimana dilaporkan oleh AP1 dan AP2. Pendapatan dari bisnis makanan juga mengalami peningkatan sebesar +47,7% YoY, dari IDR 94,3 miliar pada 1Q23 menjadi IDR 139,2 miliar pada 1Q24, didorong oleh pemulihan dan kembalinya pariwisata domestik dan internasional.
Pendapatan Neto dan Laba Kotor
Di sisi lain, meskipun peningkatan pendapatan operasional yang signifikan, CASS mengalami penurunan pendapatan neto dari IDR 66,2 miliar pada 1Q23 menjadi IDR 43,6 miliar pada 1Q24. Penurunan ini terutama disebabkan oleh peningkatan beban langsung dan administrasi, seperti gaji karyawan, bahan bakar pesawat, suku cadang, sewa, serta peralatan dan kendaraan berat. Hal ini menyebabkan penurunan laba kotor menjadi IDR 139,2 miliar pada 1Q24 dari IDR 145,3 miliar pada 1Q23, meskipun pendapatan bruto meningkat sebesar 4,9% YoY. Akibatnya, margin laba kotor perusahaan turun menjadi 22,5% pada 1Q24 dari 30,4% pada 1Q23. Margin laba usaha perusahaan juga mengalami penurunan dari 8,4% pada 1Q23 menjadi 4,8% pada 1Q24, yang mengakibatkan penurunan pendapatan usaha menjadi IDR 29,5 miliar pada 1Q24 dari IDR 39,7 miliar pada 1Q23. CASS berhasil mengurangi beban keuangan dari IDR 20,6 miliar pada 1Q23 menjadi IDR 12,1 miliar pada 1Q24, sebagian karena pembayaran utang bank yang dilakukan pada 2Q23. Akibatnya, pendapatan neto perusahaan turun menjadi IDR 13,1 miliar pada 1Q24 dari IDR 23,1 miliar pada 1Q23.
Peluang Pertumbuhan
Di tengah tantangan, CASS memiliki peluang pertumbuhan dalam sektor penerbangan yang berangsur pulih. Diversifikasi layanan yang kuat dan kemitraan strategis dengan maskapai serta perusahaan kargo memberi fondasi yang solid untuk pertumbuhan jangka panjang. Komitmen perusahaan untuk terus meningkatkan kualitas layanan dan efisiensi operasional juga dapat membantu mempertahankan daya saing di pasar yang semakin kompetitif.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, PT Cardig Aero Services Tbk (CASS) telah menunjukkan ketahanan dan kemampuan adaptasi yang kuat dalam menghadapi tantangan industri penerbangan yang dinamis. Dengan portofolio layanan yang komprehensif dan kemitraan yang kuat, perusahaan berada pada posisi yang baik untuk memanfaatkan peluang pertumbuhan di masa mendatang. Keberhasilan perusahaan dalam mengatasi tantangan operasional dan keuangan akan menjadi kunci dalam mencapai visi jangka panjangnya untuk menjadi pemimpin di sektor layanan penerbangan Indonesia.
Sumber analisa 1