Analisis Kinerja Terbaru Telkom Indonesia (TLKM): Tantangan dan Peluang di 2024
Tahukah kamu bahwa Telkom Indonesia (TLKM) baru saja merilis laporan keuangan untuk kuartal kedua tahun 2024? Hasilnya mencerminkan tantangan yang dihadapi perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia ini. Dengan laba bersih tercatat sebesar 5,7 triliun rupiah pada 2Q24, terjadi penurunan sebesar -10% YoY dan -6% QoQ. Secara keseluruhan, laba bersih untuk 1H24 mencapai 11,8 triliun rupiah, atau -8% YoY, yang lebih rendah dari ekspektasi pasar, hanya memenuhi 46% dari estimasi FY24 konsensus.
Mempertahankan Pangsa Pasar di Tengah Persaingan
Saat kita meneliti lebih dalam, terlihat bahwa kinerja operasional TLKM juga menunjukkan angka yang tidak menggembirakan. Laba usaha mengalami penurunan -8% YoY dan -8% QoQ pada 2Q24. Tetapi ada satu kabar baik: jumlah pelanggan meningkat sebesar 4% YoY dan 0,1% QoQ. Namun, perlu dicatat bahwa rata-rata pendapatan per pelanggan atau ARPU di segmen *mobile* turun menjadi 45 ribu rupiah (-9% YoY, -1% QoQ).
Dalam konferensi earnings call yang diadakan pada tanggal 30 Juli, manajemen TLKM menjelaskan bahwa penurunan ARPU ini berkaitan dengan strategi perusahaan yang lebih fokus untuk mempertahankan pangsa pasar. Salah satu langkah yang diambil adalah peluncuran *Telkomsel Lite* secara selektif di kota-kota *tier* 2 dan 3. Selain itu, strategi *fixed mobile convergence* yang memadukan produk Telkomsel dan IndiHome juga berkontribusi terhadap penurunan ARPU kedua produk tersebut.
Proyeksi Stabilitas ARPU dan EBITDA
Ke depannya, manajemen TLKM berharap ARPU akan stabil di level 45 ribu rupiah sepanjang tahun 2024. Ini diharapkan dapat membantu mempertahankan guidance margin EBITDA di kisaran 50-52% (dibandingkan 1H24: 50,3%).
Kenaikan Beban Karyawan dan Kerugian Investasi: Dampak Jangka Pendek
Dalam laporan 2Q24, kita juga menemukan informasi mengenai kenaikan beban usaha yang mencapai +23% YoY dan +20% QoQ, di mana beban karyawan melonjak menjadi 5,3 triliun rupiah (+31% YoY, +30% QoQ). Kenaikan ini salah satunya disebabkan oleh beban *one-off* dari program pensiun dini yang menelan biaya mencapai 1,2 triliun rupiah.
Namun, tidak hanya itu, TLKM juga mengalami kerugian investasi yang belum terealisasi sebesar 454 miliar rupiah, yang sebagian besar berasal dari investasi di GoTo Gojek Tokopedia (GOTO), yang dihargai dengan nilai mark-to-market sebesar 50 rupiah per saham pada akhir 2Q24.
Kesimpulan: Menjalani Periode Sulit
Sekarang, mari kita tarik benang merah dari semua ini. Setelah rilis kinerja 1H24, ada potensi estimasi kinerja TLKM untuk FY24F akan direvisi turun oleh konsensus. Di satu sisi, ada harapan bahwa beban usaha dapat kembali normal pada kuartal-kuartal mendatang, mengingat perusahaan tidak memiliki rencana untuk melanjutkan program pensiun dini dalam waktu dekat. Namun, di sisi lain, ARPU kemungkinan besar masih akan tertekan karena fokus perusahaan tetap pada penguatan pangsa pasar.
Bisa dibilang, TLKM berada di persimpangan jalan. Apakah mereka akan mampu menavigasi tantangan ini dengan baik? Hanya waktu yang akan menjawab. Untuk sementara, kita perlu bersikap *wait and see* terhadap perkembangan selanjutnya pada perusahaan ini. Jadi, siapakah yang siap menyaksikan perjalanan menarik ini? Mari kita pantau bersama!